Pages

Oct 14, 2010

Pendekar


Bak kelebat rajawali putih yang hampir punah, aku melenting ringan diantara gedung-gedung tinggi di kota.
10 tahun lebih kulatih ilmu meringankan tubuh, dan kuanggap sudah sempurna.
Menikmati indahnya panorama malam di atas api emas patung Liberty.
Bau laut yang khas, sayup-sayup tercium pula aroma ikan bakar entah darimana kupikir.
Malam ini sengaja ku bertengger di atas puncak Liberty lagi, karena dari sinilah bisa kulihat pemandangan yang indah.
Diantara gemerlap kendaraan di bawah dan kokohnya gedung-gedung di sana, pandanganku sempat terpikat sesuatu yang tak aneh.
Kelebat seseorang yang memiliki ilmu sepertiku.
Tak sempat berpikir, sebuah hempasan angin menerpaku dengan cepat dan kuat, seperti di tabrak sebuah tronton besar. Dadaku sesak, darah kental menghiasi mulutku.
Bagaimana.. berminat dengan kompetisi?
Tentukan yang terunggul di puncak himalaya.. Hahahaa..
Gema suara itu selalu terngiang dalam otakku. Entah siapa dia.
Saat ini tahun 2009, tadinya aku sempat sesumbar, kukira aku satu-satunya manusia tersakti di bumi dengan ilmu meringankan tubuh yang paling sempurna.
Aku hanya berani menyaksikan adu laga mereka dari kejauhan.
Pertarungan para orang sakti yang tak pernah kubayangkan ada sebelumnya.
Hanya untuk memperebutkan gelar terunggul dan terjadi setiap 20 tahun sekali.
Ha..ha..ha..